kompas.com 7 jan 2007 wrote:
"Aeromodelling"
Sebuah Hobi MahalBagi sebagian orang, aeromodelling adalah hobi yang mahal. Bagaimana tidak? Satu pesawat atau helikopter yang siap terbang (ready to fly/RTF) harganya bisa mencapai Rp 6 juta. Sedangkan harga paling murah sekitar Rp 700.000, tergantung jenisnya. Itu baru bodinya saja. Belum harga untuk perlengkapan terbang, seperti radio control yang harganya berkisar Rp 4 juta-Rp 20 juta, bahan bakar, pompa bahan bakar, starter untuk menjalankan mesin, charger baterai, baterai, aki kering, dan pemanas busi.
Meski sudah punya perlengkapan terbang, pesawat atau helikopter rakitan belum bisa terbang kalau belum ditempeli mesin. Harga mesin, menurut Hilman Faisal, berkisar Rp 1,1 juta-Rp 2 juta. Hilman yang memiliki tiga pesawat dan tiga helikopter sampai habis Rp 60 juta-Rp 70 juta. Meski begitu, Hilman tidak merasa sayang karena dia benar-benar terobsesi menjadi pilot. "Saya pernah tes menjadi pilot, namun gagal di kesehatan," ungkap Hilman.
Sementara itu, John yang pernah bekerja di perusahaan maskapai penerbangan di Amerika, Continental Airlines, mengungkapkan, setelah menikah dan tidak terbang lagi, kini dia menemukan kembali dunianya. "Tetap bisa terbang dan tidak perlu pergi ke mana-mana hingga bisa bertemu keluarga setiap hari," tutur John. John mengaku lebih senang membeli pesawat dalam bentuk kit (terpotong- potong). Bagi John, merakit pesawat adalah tantangan tersendiri yang harus dikalahkan.
Untuk menambah ilmu tentang teknologi pesawat, para penggemar aeromodelling ini sering berkumpul di lapangan. Meski terbang cuma satu jam, John mengaku, di lapangan bisa sampai enam jam.
"Ya kita ngobrol-ngobrol dulu tentang pesawat," ujar John. (IND)
link:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0701 ... 193634.htmPilot Pun Harus Belajar TerbangLusiana Indriasari
"Aeromodelling" diam-diam masih menjadi permainan yang banyak digemari orang. Dulu permainan ini hanya menggunakan teknologi sederhana untuk menerbangkan pesawat. Sekarang, dengan teknologi "radio control", pesawat itu bisa dimanuver sedemikian rupa sampai ke tingkat ekstrem. Meski cuma mainan, untuk mengendalikan pesawat "aeromodelling" dibutuhkan keterampilan khusus. Bahkan, pilot benaran pun harus belajar terbang agar pesawatnya tidak jatuh.
Untuk bisa menerbangkan pesawat atau helikopter model memang tidak perlu menempuh pendidikan penerbangan. Meski begitu, pesawat atau helikopter model ini tidak bisa diterbangkan begitu saja. Bahkan, menurut John Freddy Batubara (34), yang pernah menjadi pilot pesawat Boeing 737 di Amerika, menjadi pilot pesawat model lebih sulit dibandingkan menjadi pilot benaran yang duduk di kokpit pesawat.
"Kalau kita duduk di kokpit, kita bisa langsung tahu arah kiri kanan. Kalau pesawat model kita mengendalikannya dari daratan. Ketika pesawat berhadapan dengan kita, arah kiri kanannya sudah lain. Kalau tidak konsentrasi bisa salah arah dan jatuh," tutur John.
Karena sulit, tak mengherankan bila aeromodelling lebih banyak digemari remaja dan orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak. Bahkan, permainan ini sebenarnya "terlarang" untuk anak-anak karena berbahaya. Baling-baling pesawat atau helikopter yang berputar dengan kecepatan tinggi bisa menyobek perut atau leher orang yang terkena.
Bahaya muncul ketika pesawat atau heli yang dikendalikan jarak jauh ini terbang di luar kendali. Kalau di sekitar landasan banyak orang yang menonton, dikhawatirkan pesawat itu bisa menabrak penonton. Oleh karena itu, sebelum terbang, sekitar landasan harus benar-benar bersih dari orang yang ingin menonton. "Jadi kalau ada pesawat nyasar, tidak menabrak orang lain," kata Asep Hilman (43), yang ikut bermain aeromodelling sejak dua tahun lalu dan bergabung dengan Cibubur Aeromodelling Club (CAC).
Simulator
Lama tidaknya belajar mengendalikan pesawat tergantung pada kecerdasan dari sang pilot. Bagi pemula, jangan coba-coba langsung terbang dengan pesawat atau helikopter model. Bisa-bisa kantong terkuras untuk memperbaiki pesawat yang jatuh.
"Kita harus belajar dulu dengan simulator selama beberapa bulan," tutur Reva Ali (36), karyawan swasta di perusahaan pabrikan kamera digital yang bergabung dengan CAC satu tahun lalu. Sebelum bisa terbang, Reva harus belajar simulator selama tiga bulan.
Asep pernah nekat menerbangkan pesawat tanpa belajar dengan menggunakan simulator terlebih dulu. Kontan saja pesawatnya langsung jatuh dan mengalami kerusakan mesin cukup serius. Untuk memperbaikinya, Asep harus merogoh kocek Rp 1 juta-Rp 2 juta. Setelah beberapa kali terbang dan jatuh, Asep baru kapok. Dia lalu membeli simulator dan belajar terbang dengan simulator.
Pengalaman serupa dialami Hilman Faisal (41), wiraswastawan di bidang IT yang sudah bergabung dengan CAC sejak satu tahun lalu. Hilman yang sejak kecil terobsesi menjadi pilot nekat membeli helikopter model dan langsung menerbangkannya di depan rumah. Hilman tidak tahu bahwa cara itu sangat membahayakan orang lain.
Helikopter Hilman langsung hancur menabrak pohon. "Untung tidak menabrak anak saya yang ketika itu menonton saya menerbangkan heli," ungkap Hilman. Untuk pesawat bersayap atau helikopter bermesin elektrik, ongkos perbaikannya lebih murah, yaitu Rp 100.000-Rp 500.000.
Karena menemui kesulitan belajar terbang, Hilman sempat membungkus helikopter yang dibelinya dan menyimpannya selama 2,5 tahun. Hilman kini memiliki tiga pesawat jenis trainer dengan ukuran berbeda dan tiga helikopter raptor.
Konflik
Menekuni hobi apa pun, kalau tidak bisa mengatur waktu, akan menimbulkan konflik dengan keluarga. Hal ini dialami para penggila aeromodelling. Hilman, misalnya, harus berhadapan dengan istri ketika dia terlalu sering mengutak-atik helikopter atau pesawatnya. "Saya bahkan sempat tidak bekerja selama satu minggu karena penasaran ingin merakit pesawat sendiri," tutur Hilman. Beruntung dia adalah pemilik tempat kerjanya. Untuk merakit helikopter atau pesawat dari nol memang membutuhkan waktu berhari-hari.
Hilman juga pernah berhadapan dengan istri ketika dia memarahi anaknya yang tidak sengaja menyenggol helikopter kesayangannya yang diletakkan di meja. "Kalau keluarga sudah protes, saya harus tahu diri dan mengurangi kegiatan merakit pesawat atau heli," tutur Hilman yang kini sudah bisa menyesuaikan jadwal mengantar istri dengan jadwal terbangnya.
John punya pengalaman lain. Dia mengaku bukan hanya terbang setiap akhir pekan (Sabtu-Minggu) saja, tetapi juga hari-hari biasa. Dalam satu minggu John mengaku bisa terbang 4-5 kali. Selain Sabtu-Minggu, John memang hanya menerbangkan pesawat atau heli modelnya di dekat rumah karena kebetulan ada lapangan kosong. Karena seringnya terbang, John tidak pernah menurunkan pesawat atau helikopternya dari mobil.
John yang pernah diprotes istri kini juga sudah bisa mengatur waktu dengan keluarganya. "Kuncinya adalah membagi waktu. Istri dan anak juga sudah sering saya ajak ke lapangan untuk terbang," tutur John. Jadi, jangan sampai keasyikan terbang, bisa-bisa istri di rumah marah-marah karena merasa diabaikan.
link:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0701 ... 193632.htm