IPTN.. dalam kenangan
Moderator: NF
- AgoesAurelz
- First Lieutenant
- Posts: 1319
- Joined: 20 Oct 2007, 19:03
- Location: Mataram-Lombok
- sudjai sarmo
- Senior Master Sergeant
- Posts: 529
- Joined: 30 Jan 2007, 04:37
- Location: Banjarbaru.
- Contact:
- iwan21
- Administrator
- Posts: 9769
- Joined: 17 Jan 2007, 14:11
- Location: Bekasi
- Contact:
- sudjai sarmo
- Senior Master Sergeant
- Posts: 529
- Joined: 30 Jan 2007, 04:37
- Location: Banjarbaru.
- Contact:
Kalau dari awalnya tetap produksi dengan lisensi jelas sampai sekarang mungkin masih tetap berproduksi tanpa gejolak. Karena mau unjuk gigi bahwa kita mampu bikin dari nol maka ongkos risetnya jelas membengkak nggak ketulungan, jadinya begitu diterpa krisis keuangan maka tamatlah riwayatnya. Ironis sekali.
- Arno
- Airman
- Posts: 26
- Joined: 03 Sep 2007, 09:38
- Location: Soreang
- Contact:
Kamis, 25 Oktober 2007
Kisah 'Pelarian' Para Ahli Dirgantara
Pada 2010, bukannya tak mungkin Malaysia menyalip Indonesia dalam teknologi aerospace. Jika ditanya siapa tangan dingin yang turut melepaslandaskan teknologi penerbangan negeri jiran itu? Jawabnya, dalam kadar tertentu, adalah putra-putra Indonesia. Dan, semuanya dimulai dengan rontoknya Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), kini PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
PHK besar-besaran yang mendera IPTN beberapa tahun lalu, hingga menyisakan hanya 3.000-an karyawan, memicu brain-drain para eks pekerja IPTN ber-skill tinggi hijrah ke berbagai negara. Ada 20 orang eks-IPTN di Eropa, 10 orang di AS, 15 orang di Kanada, dan 15 orang di Korea. Jumlah yang cukup besar, yakni 35 orang, justru berada di Malaysia.
`'Merekalah yang kini berkontribusi terhadap kemajuan teknologi aerospace Malaysia,'' kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Prof Said Djennie, beberapa waktu lalu. Said sendiri adalah guru besar tamu di Malaysian Institute of Aerospace Technology. Namun, ia menolak dikontrak 10 tahun bekerja di situ, dan hanya memilih sebagai visiting professor.
Tapi, inilah dilema bagi para `anak-anak dirgantara' -- sebutan bagi para anak buah BJ Habibie semasa memimpin IPTN. Sebab, kata Said, jika para eks-IPTN ini disalahkan lantaran turut mengembangkan kedirgantaraan Malaysia, mereka pun patut bertanya, ''Kami bisa apa di sini (di Indonesia)?'' kata Said.
Permasalahannya ternyata bukan sekadar soal periuk nasi, tapi juga aktualisasi diri. ''We need food and also our intellectual. Bukan cuma (tubuh) kita yang membutuhkan makanan, intelektualitas kita juga memerlukan makanan. Kita butuh menciptakan karya-karya baru. Dan, Malaysia memberi kesempatan untuk itu,'' tutur Said.
Jika benar Malaysia akan lebih superior pada 2010, seperti dikatakan Said Djennie, ini bakal menjadi ironi. Sebab, pada Juni 1988 helikopter Super Puma pertama produksi IPTN justru diekspor ke Malaysia. Akankah kelak roda nasib berputar cepat: suatu saat giliran Malaysia yang mengekspor pesawatnya ke Indonesia?
Islamic Development Bank (IDB) digandeng untuk mendanai review N-250. Menghabiskan 200 ribu dolar AS, hasil review menunjukkan biaya operasional pesawat N-250 revisi (N-250-R) kelak bakal lebih murah 10-20 persen ketimbang pesawat sejenisnya. Pesawat komuter itu kelak akan digunakan untuk memasok pasar domestik. Selain itu, bakal ada sejumlah penyederhanaan sistem dan desainnya.
Proyek ini, menurut Said, digagas sejak masa pemerintahan Megawati. Usai pergantian pemerintah, Said, selaku ketua tim review, telah melaporkan kebutuhan dana pengembangan N-250-R yang ditaksir mencapai 120 juta euro. `'Sayangnya belum ada respons dari pemerintah hingga detik ini. Padahal, program review ini pemerintah yang minta,'' ungkap dia.
Untungnya belakangan investor Arab Saudi mengaku tertarik mendanai proyek N-250-R. Hanya, mereka meminta syarat agar prototipe ini dites di AS. Said pun memanggil tim auditor dari AS. Laporan tim audit tersebut diterima sekitar 3 bulan lalu. Hasilnya? Mereka menyatakan bahwa status N-250-R SEBAGAI VERY-VERY GOOD REALIABLE AND VISIBLE. Menurut dia, penilaian tersebut membuat investor kaget.
Mereka pun kian serius. Saat ini proses negosiasi masih berlangsung, salah satunya membahas soal hak kekayaan intelektual produk N-250-R yang notabene milik Pemerintah Indonesia. `'Sebab Arab Saudi nanti dapat apa? Ini yang sedang dibahas.
(imy )
© 2007 Hak Cipta oleh Republika Online
Kisah 'Pelarian' Para Ahli Dirgantara
Pada 2010, bukannya tak mungkin Malaysia menyalip Indonesia dalam teknologi aerospace. Jika ditanya siapa tangan dingin yang turut melepaslandaskan teknologi penerbangan negeri jiran itu? Jawabnya, dalam kadar tertentu, adalah putra-putra Indonesia. Dan, semuanya dimulai dengan rontoknya Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), kini PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
PHK besar-besaran yang mendera IPTN beberapa tahun lalu, hingga menyisakan hanya 3.000-an karyawan, memicu brain-drain para eks pekerja IPTN ber-skill tinggi hijrah ke berbagai negara. Ada 20 orang eks-IPTN di Eropa, 10 orang di AS, 15 orang di Kanada, dan 15 orang di Korea. Jumlah yang cukup besar, yakni 35 orang, justru berada di Malaysia.
`'Merekalah yang kini berkontribusi terhadap kemajuan teknologi aerospace Malaysia,'' kata Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Prof Said Djennie, beberapa waktu lalu. Said sendiri adalah guru besar tamu di Malaysian Institute of Aerospace Technology. Namun, ia menolak dikontrak 10 tahun bekerja di situ, dan hanya memilih sebagai visiting professor.
Tapi, inilah dilema bagi para `anak-anak dirgantara' -- sebutan bagi para anak buah BJ Habibie semasa memimpin IPTN. Sebab, kata Said, jika para eks-IPTN ini disalahkan lantaran turut mengembangkan kedirgantaraan Malaysia, mereka pun patut bertanya, ''Kami bisa apa di sini (di Indonesia)?'' kata Said.
Permasalahannya ternyata bukan sekadar soal periuk nasi, tapi juga aktualisasi diri. ''We need food and also our intellectual. Bukan cuma (tubuh) kita yang membutuhkan makanan, intelektualitas kita juga memerlukan makanan. Kita butuh menciptakan karya-karya baru. Dan, Malaysia memberi kesempatan untuk itu,'' tutur Said.
Jika benar Malaysia akan lebih superior pada 2010, seperti dikatakan Said Djennie, ini bakal menjadi ironi. Sebab, pada Juni 1988 helikopter Super Puma pertama produksi IPTN justru diekspor ke Malaysia. Akankah kelak roda nasib berputar cepat: suatu saat giliran Malaysia yang mengekspor pesawatnya ke Indonesia?
Islamic Development Bank (IDB) digandeng untuk mendanai review N-250. Menghabiskan 200 ribu dolar AS, hasil review menunjukkan biaya operasional pesawat N-250 revisi (N-250-R) kelak bakal lebih murah 10-20 persen ketimbang pesawat sejenisnya. Pesawat komuter itu kelak akan digunakan untuk memasok pasar domestik. Selain itu, bakal ada sejumlah penyederhanaan sistem dan desainnya.
Proyek ini, menurut Said, digagas sejak masa pemerintahan Megawati. Usai pergantian pemerintah, Said, selaku ketua tim review, telah melaporkan kebutuhan dana pengembangan N-250-R yang ditaksir mencapai 120 juta euro. `'Sayangnya belum ada respons dari pemerintah hingga detik ini. Padahal, program review ini pemerintah yang minta,'' ungkap dia.
Untungnya belakangan investor Arab Saudi mengaku tertarik mendanai proyek N-250-R. Hanya, mereka meminta syarat agar prototipe ini dites di AS. Said pun memanggil tim auditor dari AS. Laporan tim audit tersebut diterima sekitar 3 bulan lalu. Hasilnya? Mereka menyatakan bahwa status N-250-R SEBAGAI VERY-VERY GOOD REALIABLE AND VISIBLE. Menurut dia, penilaian tersebut membuat investor kaget.
Mereka pun kian serius. Saat ini proses negosiasi masih berlangsung, salah satunya membahas soal hak kekayaan intelektual produk N-250-R yang notabene milik Pemerintah Indonesia. `'Sebab Arab Saudi nanti dapat apa? Ini yang sedang dibahas.
(imy )
© 2007 Hak Cipta oleh Republika Online
- bayukaze
- Senior Airman
- Posts: 181
- Joined: 03 Jul 2007, 16:43
- Location: semarang for a moment
- Contact:
pinginnya sih:
-PTDI tidak merugi/tutup
-PTDI mampu memenuhi kebutuhan penerbangan domestik, termasuk militer, shg Indonesia tahan terhadap embargo asing. apalagi alutsista kan bersifat rahasia, kalau bisa bikin sendiri tapi teknologinya yang bagus.
-Bung Habibi tidak dihujat, kasian.
-PTDI tetap produksi komponen pesawat, kalau untung banyak kan lumayan, seperti kata ulasan majalah CHIP keuntungan terbesar samsung bukan pada produksi ponselnya, tapi pada produksi semikonduktor, chip, dan prosesor smartphone/PDA
-kalau PTDI untung, kita untung bangsa untung (seperti slogan pertamina), pak "untung" terpaksa muncul lagi.
-PTDI tidak merugi/tutup
-PTDI mampu memenuhi kebutuhan penerbangan domestik, termasuk militer, shg Indonesia tahan terhadap embargo asing. apalagi alutsista kan bersifat rahasia, kalau bisa bikin sendiri tapi teknologinya yang bagus.
-Bung Habibi tidak dihujat, kasian.
-PTDI tetap produksi komponen pesawat, kalau untung banyak kan lumayan, seperti kata ulasan majalah CHIP keuntungan terbesar samsung bukan pada produksi ponselnya, tapi pada produksi semikonduktor, chip, dan prosesor smartphone/PDA
-kalau PTDI untung, kita untung bangsa untung (seperti slogan pertamina), pak "untung" terpaksa muncul lagi.
- sudjai sarmo
- Senior Master Sergeant
- Posts: 529
- Joined: 30 Jan 2007, 04:37
- Location: Banjarbaru.
- Contact: